yang jelas parah banget gue hari ini,.dari tadi gue cuma maenan geme aja,.tau farm frenzy? game yang ngga banget tapi bikin gue ketagihan. aneh.. padahal harusnya ni waktu kosong gue pake buat beresin laporan KP (kerja Praktek) ama proposal TA (tugas akhir) juga tugas-tugas kuliah laennya,. mengingat gue mesti siap disidang kapan aja,gara-gara udah masuk waktu toleransi,. heeuu,.tapi malas masih bersarang.. dodol! harusnya mah gue buang jauh-jauh tu yang namanya malas,.tapi yaudahlah..
ini gue punya tulisan yang sedikit menggambarkan gue lagi,.
di siak aja kali yee...ccuuussss....
Seperti
biasa sepulang sekolah Tyas menyapaku. Kali ini sapaanya begitu riang.
Buru-buru ia menceritakan apa yang terjadi di sekolahnya. Aku menyimak dengan
baik setiap kata-katanya.
“Siang
taaaa…!” Ta,cinta. Tyas
biasa menyapaku dengan sebutan itu. “Hari ini seneng banget deehh,kan hari
ini ujian nasional hari pertama. Aku bisa ngerjain soal-soalnya, lancar banget!
Alhamdulillah…semoga ini awal yang baik ya ta…aamiiin..heheh.” aku hanya
diam dan tersenyum.
Keesokan
harinya, Tyas tidak lupa untuk menyapaku lagi sambil terus bercerita tentang
ujian nasional hari ke duanya. Wajahnya memancarkan raut senang yang tak
terkira.
“Eii,taaa….hari
ini ujian Bahasa Inggris,aku bisaaa‼
yakin deehh…aku pasti bisa masuk SMA unggulan incaran ku…doakan aku ya
taa…semoga besok tetap lancar,.ya Allah..tolong aku,..aamiiin…” lagi-lagi aku tersenyum dan tak
berkomentar.
Tyas
tak pernah lupa untuk menceritakan semua hal yang dialaminya. Bahkan untuk
sekedar menyapa,ia tak pernah lupa. Aku senang dan tak pernah keberatan
menyimak setiap ceritanya. Sejak mama Tyas meninggal 3 tahun lalu, aku selalu
setia pada Tyas.
Hari
ke tiga Tyas ujian. Raut wajahnya masih memancarkan keceriaan ketika ia mulai
bercerita,.
“Taaaaaaa…..matematikanya
ooooohhhh,.aku bisaaaa‼
itu tu soalnya yang dikasi sama pak Rum. Cuma beda angkanya aja. Ngga pernah
nyesel ya ta kalo beneran belajar,.hehe. semoga Allah liat usaha ku ta..aku mau
bikin bangga papa mama,. J.. aamiiin…” aku hanya tersenyum.
Hari
ke empat. Hari terakhir Tyas ujian Nasional. Raut wajanya tak seperti hari-hari
kemarin. Wajahnya sendu. Dengan sisa-sisa keceriaan yang masih dimilikinya,
Tyas pun mulai bercerita.
“Cintaaaaa…ujianku
baik,.tapi aku lagi ngga mau bahas itu. Papa masuk rumah sakit ta, darah
tingginya naik. Gejala stroke kata dokter. Gimana ni ta??binguuuung… ya Allah
jaga papaku,.sembuhkan beliau,.aamiin..aku masih perlu papa ta,.” Aku hanya diam seribu bahasa. Aku tak
tersenyum seperti biasanya.
Papa
Tyas dirawat selama 2 minggu. Selama 2 minggu itu Tyas tak bercerita, bahkan
sekedar melihatku saja tidak. Tyas sibuk dengan papanya yang sedang di rumah
sakit. Baru setelah papa Tyas pulang, Tyas mulai menyapaku dan bercerita betapa
repotnya ia merawat papanya seorang diri. Aku sedih melihat keadaan Tyas, tapi
apa daya aku tak mampu berbuat apa-apa selain menyimak keluh kesahnya.
Waktu
terus berjalan, hidup Tyas pun semakin berwarna. Papa Tyas tidak pernah kambuh
lagi selama setahun ini. Tyas pun sukses di terima di SMA incarannya dengan
nilai tertinggi. Hebat! Aku kagum padanya. Kini ia sedang menjalani masa-masa
SMAnya yang begitu indah.
“Hai
ta,.” Sapanya suatu malam,
seusai Tyas menyelesaikan tugas sekolahnya. Tyas senyum-senyum tak jelas
sebelum bercerita. Aku hanya diam memperhatikan senyumannya. Bingung. “Aku
jatuh cinta ta!” Tyas memulai ceritanya. Deg! Aku kaget, baru kali ini Tyas
bilang jatuh cinta. Panik. Tyas meneruskan, “Ka Sahru ta, itu yang suka
nganterin aku pulang sekolah. Duuh, taaaa…..gimana niih??hehehe….” Tyas
mulai salah tingkah. “Ka Sahru suka ngga ya sama aku?? Duuhh taaa… Aku ko
mules ya mikirinnya??ahahaha…gimana ini…??” aku hanya diam. Kali ini tanpa senyum. Datar.
Aku mulai panik. Kalau Tyas pacaran, pasti aku dilupakan. Huh.
Kisah
cinta Tyas dengan Sahru menjadi topik baru yang menyenangkan bagi Tyas. Selama
3 bulan Tyas terus menerus bercerita tentang Sahru, sampai akhirnya terjadilah
hari itu. “Ta….cintaaaa….tadi siang ka Sahru nembak akuuuuuuuu….ooohhh,..taaaa…
setelah cukup lama aku nunggu,. akhirnyaaaaaaa……ooohh taaaa….seneeeeeeeng
banget deeeeh… Papa udah aku ceritain.
Kayanya papa ngga suka kalo aku pacaran, bukan ngga suka sama ka Sahrunya sih.
Cuma kata papa, aku belum waktunya pacaran ta. Papa bilang deket boleh asal
ati-ati., ih aku ngga ngerti ta..Gimana donk ini?? Aku belum jawab apa-apa ta
ke ka Sahru. Besok aku baru mau bilang pesen papa ke ka Sahru, terus diomongin lagi
gimana baiknya.“ Duh Tyas, kamu tuh masih polos banget deeh. Aku hanya bisa
komentar tanpa suara.
Esoknya
Tyas benar-benar bilang pada Sahru, Sahru paham akan itu. Ia bilang pada Tyas
akan menunggu Tyas sampai pada waktunya. Sepertinya Sahru memang lelaki yang
baik. Aku tenang deh, setidaknya ada yang menemani Tyas.
Setelah
hari itu, Tyas jarang bercerita padaku. Ia lebih sering bercerita pada Sahru.
Aku paham, Tyas perlu teman bicara dan aku tak bisa itu. Aku tak pernah sesedih
ini. Sebelumnya Tyas pernah melupakanku ketika papanya masuk rumah sakit. Ini
kasus yang berbeda, aku merasa aku akan dilupakan selamanya. Aku tak dapat
menuntut banyak pada Tyas meski aku telah setia padanya selama 4 tahun, meski
aku selalu mendengarkan segala keluh kesahnya, meski aku selalu mencoba meredam
emosinya yang terkadang meledak-ledak, aku tak berhak menuntut apapun. Aku
memang hanya mampu ikut bersedih tanpa memberi solusi. Aku hanya mampu melihat
tanpa memberi semangat. Aku hanya mampu tersenyum si setiap bahagianya. Aku
ingin sekali memeluknya sambil berkata “semangat Tyas” ketika ia sedih. Ingin
sekali memegang tangannya dan bilang “Allahpasti kasih jalan buat kamu” ketika
Tyas bingung. Ingin sekali lompat-lompat bersamanya ketika hal yang
menyenangkan menyapanya. Tapi apa daya, aku tak sanggup melakukan semua itu
karena aku hanya seonggok buku tua peninggalan mama Tyas. Buku tua yang biasa
disebut buku harian. Jika aku bisa menangis, mungkin aku menangis saat ini
juga. Jika aku bisa teriak, aku akan teriak “Tyas jangan lupakan aku!” tapi aku
tak bisa. Aku tak bisa.
Mungkin
memang sudah waktunya Tyas membuka diri pada manusia sesamanya dan melupakan
aku. Bukan tanpa alasan aku khawatir Tyas melupakan ku selamanya. Tyas
menyimpan aku di lemari bukunya. Hal yang tak pernah dilakukan Tyas sebelumnya
padaku. Aku aman di lemari bukunya sekarang. Aku berharap, suatu saat nanti
Tyas menyapaku kembali dan bercerita padaku lagi.
banyak banget yee...!? :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar