Sabtu, 10 Desember 2011

iseng aja ini mah..

hmmm...apa yaa??mau mengomentari sesuatu,.tapi ngga mood...
yang jelas parah banget gue hari ini,.dari tadi gue cuma maenan geme aja,.tau farm frenzy? game yang ngga banget tapi bikin gue ketagihan. aneh.. padahal harusnya ni waktu kosong gue pake buat beresin laporan KP (kerja Praktek) ama proposal TA (tugas akhir) juga tugas-tugas kuliah laennya,. mengingat gue mesti siap disidang kapan aja,gara-gara udah masuk waktu toleransi,. heeuu,.tapi malas masih bersarang.. dodol! harusnya mah gue buang jauh-jauh tu  yang namanya malas,.tapi yaudahlah..


ini gue punya tulisan yang sedikit menggambarkan gue lagi,.
di siak aja kali yee...ccuuussss....


Seperti biasa sepulang sekolah Tyas menyapaku. Kali ini sapaanya begitu riang. Buru-buru ia menceritakan apa yang terjadi di sekolahnya. Aku menyimak dengan baik setiap kata-katanya.
“Siang taaaa…!” Ta,cinta. Tyas biasa menyapaku dengan sebutan itu. “Hari ini seneng banget deehh,kan hari ini ujian nasional hari pertama. Aku bisa ngerjain soal-soalnya, lancar banget! Alhamdulillah…semoga ini awal yang baik ya ta…aamiiin..heheh.” aku hanya diam dan tersenyum.
Keesokan harinya, Tyas tidak lupa untuk menyapaku lagi sambil terus bercerita tentang ujian nasional hari ke duanya. Wajahnya memancarkan raut senang yang tak terkira.
“Eii,taaa….hari ini ujian Bahasa Inggris,aku bisaaa yakin deehh…aku pasti bisa masuk SMA unggulan incaran ku…doakan aku ya taa…semoga besok tetap lancar,.ya Allah..tolong aku,..aamiiin…” lagi-lagi aku tersenyum dan tak berkomentar.
Tyas tak pernah lupa untuk menceritakan semua hal yang dialaminya. Bahkan untuk sekedar menyapa,ia tak pernah lupa. Aku senang dan tak pernah keberatan menyimak setiap ceritanya. Sejak mama Tyas meninggal 3 tahun lalu, aku selalu setia pada Tyas.
Hari ke tiga Tyas ujian. Raut wajahnya masih memancarkan keceriaan ketika ia mulai bercerita,.
“Taaaaaaa…..matematikanya ooooohhhh,.aku bisaaaa itu tu soalnya yang dikasi sama pak Rum. Cuma beda angkanya aja. Ngga pernah nyesel ya ta kalo beneran belajar,.hehe. semoga Allah liat usaha ku ta..aku mau bikin bangga papa mama,. J.. aamiiin…” aku hanya tersenyum.
Hari ke empat. Hari terakhir Tyas ujian Nasional. Raut wajanya tak seperti hari-hari kemarin. Wajahnya sendu. Dengan sisa-sisa keceriaan yang masih dimilikinya, Tyas pun mulai bercerita.
“Cintaaaaa…ujianku baik,.tapi aku lagi ngga mau bahas itu. Papa masuk rumah sakit ta, darah tingginya naik. Gejala stroke kata dokter. Gimana ni ta??binguuuung… ya Allah jaga papaku,.sembuhkan beliau,.aamiin..aku masih perlu papa ta,.” Aku hanya diam seribu bahasa. Aku tak tersenyum seperti biasanya.
Papa Tyas dirawat selama 2 minggu. Selama 2 minggu itu Tyas tak bercerita, bahkan sekedar melihatku saja tidak. Tyas sibuk dengan papanya yang sedang di rumah sakit. Baru setelah papa Tyas pulang, Tyas mulai menyapaku dan bercerita betapa repotnya ia merawat papanya seorang diri. Aku sedih melihat keadaan Tyas, tapi apa daya aku tak mampu berbuat apa-apa selain menyimak keluh kesahnya.
Waktu terus berjalan, hidup Tyas pun semakin berwarna. Papa Tyas tidak pernah kambuh lagi selama setahun ini. Tyas pun sukses di terima di SMA incarannya dengan nilai tertinggi. Hebat! Aku kagum padanya. Kini ia sedang menjalani masa-masa SMAnya yang begitu indah.
“Hai ta,.” Sapanya suatu malam, seusai Tyas menyelesaikan tugas sekolahnya. Tyas senyum-senyum tak jelas sebelum bercerita. Aku hanya diam memperhatikan senyumannya. Bingung. “Aku jatuh cinta ta!” Tyas memulai ceritanya. Deg! Aku kaget, baru kali ini Tyas bilang jatuh cinta. Panik. Tyas meneruskan, “Ka Sahru ta, itu yang suka nganterin aku pulang sekolah. Duuh, taaaa…..gimana niih??hehehe….” Tyas mulai salah tingkah. “Ka Sahru suka ngga ya sama aku?? Duuhh taaa… Aku ko mules ya mikirinnya??ahahaha…gimana ini…??”  aku hanya diam. Kali ini tanpa senyum. Datar. Aku mulai panik. Kalau Tyas pacaran, pasti aku dilupakan. Huh.
Kisah cinta Tyas dengan Sahru menjadi topik baru yang menyenangkan bagi Tyas. Selama 3 bulan Tyas terus menerus bercerita tentang Sahru, sampai akhirnya terjadilah hari itu. “Ta….cintaaaa….tadi siang ka Sahru nembak akuuuuuuuu….ooohhh,..taaaa… setelah cukup lama aku nunggu,. akhirnyaaaaaaa……ooohh taaaa….seneeeeeeeng banget deeeeh… Papa udah  aku ceritain. Kayanya papa ngga suka kalo aku pacaran, bukan ngga suka sama ka Sahrunya sih. Cuma kata papa, aku belum waktunya pacaran ta. Papa bilang deket boleh asal ati-ati., ih aku ngga ngerti ta..Gimana donk ini?? Aku belum jawab apa-apa ta ke ka Sahru. Besok aku baru mau bilang pesen papa ke ka Sahru, terus diomongin lagi gimana baiknya.“ Duh Tyas, kamu tuh masih polos banget deeh. Aku hanya bisa komentar tanpa suara.
Esoknya Tyas benar-benar bilang pada Sahru, Sahru paham akan itu. Ia bilang pada Tyas akan menunggu Tyas sampai pada waktunya. Sepertinya Sahru memang lelaki yang baik. Aku tenang deh, setidaknya ada yang menemani Tyas.
Setelah hari itu, Tyas jarang bercerita padaku. Ia lebih sering bercerita pada Sahru. Aku paham, Tyas perlu teman bicara dan aku tak bisa itu. Aku tak pernah sesedih ini. Sebelumnya Tyas pernah melupakanku ketika papanya masuk rumah sakit. Ini kasus yang berbeda, aku merasa aku akan dilupakan selamanya. Aku tak dapat menuntut banyak pada Tyas meski aku telah setia padanya selama 4 tahun, meski aku selalu mendengarkan segala keluh kesahnya, meski aku selalu mencoba meredam emosinya yang terkadang meledak-ledak, aku tak berhak menuntut apapun. Aku memang hanya mampu ikut bersedih tanpa memberi solusi. Aku hanya mampu melihat tanpa memberi semangat. Aku hanya mampu tersenyum si setiap bahagianya. Aku ingin sekali memeluknya sambil berkata “semangat Tyas” ketika ia sedih. Ingin sekali memegang tangannya dan bilang “Allahpasti kasih jalan buat kamu” ketika Tyas bingung. Ingin sekali lompat-lompat bersamanya ketika hal yang menyenangkan menyapanya. Tapi apa daya, aku tak sanggup melakukan semua itu karena aku hanya seonggok buku tua peninggalan mama Tyas. Buku tua yang biasa disebut buku harian. Jika aku bisa menangis, mungkin aku menangis saat ini juga. Jika aku bisa teriak, aku akan teriak “Tyas jangan lupakan aku!” tapi aku tak bisa. Aku tak bisa.
Mungkin memang sudah waktunya Tyas membuka diri pada manusia sesamanya dan melupakan aku. Bukan tanpa alasan aku khawatir Tyas melupakan ku selamanya. Tyas menyimpan aku di lemari bukunya. Hal yang tak pernah dilakukan Tyas sebelumnya padaku. Aku aman di lemari bukunya sekarang. Aku berharap, suatu saat nanti Tyas menyapaku kembali dan bercerita padaku lagi. 

banyak banget yee...!? :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar